Starring
:
Kim
Jaejoong
Park
Hyeri
Seungri,
GDragon
Genre
: Romance
Straight
: 13, General
Back to
december, Seoul sudah memasuki winter suhu -4ᴼ C, salju pun berjatuhan layaknya
kapas putih bertebaran di sepanjang jalan. Orang-orang berpakaian tebal guna
menghindari dinginnya suhu yang menusuk kulit.
Di
sebuah studio dengan setting cafe sedang berlangsung sesi pemotretan untuk
produk makanan, Park Hyeri model, aktris, singer yang namanya saat ini sedang
jadi perbincangan hangat menjadi ikon iklan kali ini. M ngambil tema winter
pemotretan berjalan dengan lancar. Berbagai jenis masakan untuk winter tampak
memenuhi lokasi. Hyeri sedang menyesap minuman ginseng hangat, asap mengepul
menerpa dan menghangatkan wajah nya. Hyeri menampilkan berbagai ekspresi dan
mimik ceria selama pemotretan, tidak sulit baginya menjalani pekerjaan yang
sudah ia tekuni selama tujuh tahun.
“Selesai.
Terima kasih kerjasama nya hari ini. Selamat menikmati holiday.” Ucap
fotografer Kang disambut tepuk tawa dan rasa lega semua pihak yang terlibat.
Hyeri
tersenyum puas, ia mendekati Mr. Kang.
“Gomawo
songsaenim.” Hyeri membungkuk.
“Oh
Hyeri, you welcome, saya juga senang bekerjasama kembali denganmu setelah
pemotretan di London waktu itu. Saya harap lain kali kita bisa bekerjasama
kembali.” Mr. Kang tersenyum hangat.
Hyeri dikenal ramah dan berkepribadian hangat
membuat siapapun yang bekerja sama dengannya akan sangat senang.
“Hyeri,
satu jam lagi kita akan menghadiri red carpet premiere movie Kim Bum.” Manager
Hyeri, Kim Junmi menyodorkan secangkir minuman hangat kesukaan Hyeri.
“Oh,
invite card nya sudah kamu bawa?” Tanya Hyeri sembari melepaskan aksesoris dan
mengganti kostumnya.
“Ini.”
Junmi melambaikan card berwarna gold. “ Kau sudah baca news tentangmu di
magazine yang aku bawa tadi pagi.”
“Oh,
itu.” Hyeri sibuk mematut diri di depan kaca.
“Wartawan
akan menanyakan hal-hal yang bersangkutan dengan berita itu, kau sudah memikirkan
apa yang akan dikatakan?” Junmi membantu Hyeri membereskan pakaiannya, dengan
seorang asisten lainnya.
“Hmm,
entahlah, menurutmu aku harus mengatakan apa.” Aroma Caffe latte hangat
memenuhi indra penciuman dan perasa Hyeri, ia memejamkan kedua matanya
menikmati saat-saat cairan hangat itu melewati tenggorokannya. Ah dia sangat
menyukai minuman itu, dimanapun dan kapan pun minuman jenis kopi selalu
menemaninya beraktifitas. Karena sangat menyukai berbagai minuman kopi pernah
disuatu wawancara seorang wartawan bertanya tentang kegemarannya itu, Hyeri
menjawab sangat menyukai kopi dan berniat mendirikan House of Coffee suatu saat
nanti.
Coffee
addict begitu orang-orang menegenal Hyeri. Bahkan disebuah perjamuan yang
menghidangkan makgeolli dan soju, dengan tanpa malu-malu mengatakan bahwa ia
ingin secangkir coffee late. Karena kebiasaan itu managernya selalu menyiapkan
minuman kesukaannya. Selain itu Hyeri selalu membawa mug lucu berwarna cream
dengan gambar kartun anak lelaki mengulurkan tangannya.
“Kenapa
harus mug ini, bukankah bisa beli mug baru.” Begitu protes Junmi suatu hari
karena Hyeri minta sopirnya kembali ke apartemen demi menyadari mug itu
ketinggalan di bak cucian, padahal mereka sudah jauh meninggalkan Seoul.
“Karena
mug dan coffee yang membuat aku sampai seperti ini.” Hyeri menjawab dengan
senyum terlukis di wajahnya dan pandangan menerawang.
12 years ago, Busan Junior High
School
Seorang gadis remaja dengan
rambut kepang memanggul tas ransel, mengenakan coat cokelat diluar seragam
sekolahnya mengayuh sepeda di cuaca dingin peralihan autumn ke winter. Di depan
sekolah ia menghentikan laju sepedanya menatap seorang anak lelaki seusianya
yang juga memasuki kawasan sekolah, anak itu kebingungan sepertinya ia baru
pertama kali memasuki lingkungan sekolah ini.
“Kamu anak baru ya?” Sapa gadis
itu mengagetkannya.
“Oh iya.” Jawabnya dengan
malu-malu. Saat itu lingkungan sekolah masih sepi.
“Aku Park Hyeri, kamu siapa?”
Gadis itu terlihat ramah dan tulus.
“Aku Kim Jaejoong.” Jawabnya
lembut.
“Kau mau kemana, nanti aku antar,
aku sangat mengenali lingkungan disini.” Selain ramah gadis ini juga punya
senyum yang hangat, untuk pertama kalinya Jaejoong cepat merasa akrab terhadap
seseorang, ia mengangguk dan mengikuti Hyeri patuh.
“kau suka menari?” Tanya Jaejoong
suatu hari saat keduanya sedang mengikuti kelas seni.
“Iya, aku ingin menjadi seorang
artis terkenal seperti dia.” Hyeri menunjukkan foto Kim Sun Ah.
“Apa dia juga pandai menari?”
Tanya jaejoong dengan polosnya, dan memandang Hyeri menyelidik.
Hyeri bangkit, bergerak berputar
dengan gemulai.
“Tidak juga, tapi dia bisa
menari, aku pernah melihatnya menari bersama Rain oppa, di serial-serial yang
ia mainkan, ia sering melakukan adegan menari. Selain itu menari juga bagus
untuk membentuk postur tubuh.”
Jaejoong mendengarkan dan
manggut-manggut, tiba-tiba Hyeri mendekat di hadapannya.
“Kau sendiri apa cita-cita mu?”
“Aku.” Jaejoong terdiam dan
berpikir, ia sendiri tidak tahu ingin menjadi apa, ia hanya balas menatap Hyeri
tanpa berkata sepatah pun.
“Hyeri,
kita sudah sampai.” Junmi menepuk pundak Hyeri.
Mobil
memasuki kawasan diadakannya premiere film Kim Bum rekan Hyeri satu manajemen.
Junmi dan seorang asisten Hyeri membantu sang superstar merapikan tampilannya.
Ketika
pintu mobil dibuka kilatan blitz menghujani Hyeri, langkah anggun, senyum
manis, dan lambaian tangan layaknya selebriti ia lakukan.
“Hyeri-sshi
bagaimana hubungan anda dan pemain basket Mr. K, apakah itu benar?”
“Apa
yang terjadi dengan James Lau, aktor China yang baru-baru ini menyatakan
kesukaannya kepada anda?”
“Ms.
Park apa benar anda dan Osamu selama ini kencan diam-diam? Apa hal itu yang
membuat hubungan anda dan Jongki berakhir?”
“Bagaimana
dengan project serial anda selanjutnya? Benarkah anda akan dipasangkan dengan
mantan kekasih anda Jongki?”
“Ada
gosip yang mengatakan Jongki menolak project ini karena ia masih marah karena
anda berselingkuh?”
“Bukankah
hubungan anda dan Jongki baru berjalan sebulan? Atau semua ini hanya rekayasa?”
“Bukankah
seharusnya Jongki juga datang ke acara ini, dia dan salah satu lead aktris film
ini rekan satu manajemen. Tapi kenapa dia malah memutuskan tidak datang, apa
ini juga karena anda?”
“Gosip
yang mengatakan anda dan Jongki tinggal bersama kemudian mengkhianatinya,
bagaimana pendapat anda?”
Sepanjang
red carpet tidak ada satu pun hal bagus yang wartawan tanyakan, Hyeri sudah
menyadari hal ini akan terjadi, sebagai publik figure ini resiko yang harus ia
hadapi. Ketimbang menjawab ia lebih memilih tersenyum dan melambaikan tangan ke
arah fans yang menyemangatinya, menyapa mereka dengan ramah.
“Terima
kasih, maaf kali ini saya hanya ingin menghadiri acara teman saya, bagaimana
kalau pertanyaannya seputar acara hari ini saja karena ini bukan acara saya
pribadi. Oleh karena itu mari kita hargai mereka yang punya acara.”
Setelah
menjawab Hyeri berfoto sebentar, saat bertemu Kim Bum keduanya bercengkrama
akrab berpose di depan wartawan.
“Terima
kasih sudah datang, walau gosip gila itu sedang menyebar.” Bisik Kim Bum di
telinga Hyeri.
“Haha,
ayo lah ini sudah menjadi resiko pekerjaan kita.”
“Tapi
aku juga penasaran, apa yang terjadi, jujur akhir-akhir ini berita dan
postingan fotomu di dunia maya lebih heboh dari gosip-gosip lainnya.”
“Hmm kau
ini, ayolah aku ingin cepat ke dalam, disini dingin sekalisepertinya akan turun
salju lebat.”
Hyeri
menunjuk ke langit yang mulai gelap, butiran salju kecil berjatuhan, angin
bertiup tak ramah menusuk dingin.
“Tada....”
Jaejoong menyodorkan mug berisi
kan caffe latte smile, asap mengepul hangat. Dengan segera Hyeri menggenggamkan
kedua tangannya melingkari mug lucu itu. Ia baru saja selesai berlatih peran
pentas drama untuk tahun baru nanti.
“lihat itu salju pertama.”
Jaejoong menunjuk keluar jendela.
Keduanya melangkah mendekati
jendela. Butiran butiran salju berjatuhan, sedikit demi sedikit menutupi
permukaan jalan. Butiran kristal es itu meleleh saat menyentuh tanah, pecah dan
berpencar, dedaunan pun tidak luput warna hijaunya berbintik-bintik putih dan
tertutupi salju bak es. Dibalik jendela kaca keduanya menatap moment itu dengan
menghirup caffe latte hangat beraroma wangi, hening dan penuh arti.
Junmi
baru saja memasuki apartemen Hyeri, seharusnya hari ini Hyeri ada syuting
sebuah cf tapi dua jam yang lalu Junmi dikabarkan kalau Hyeri flu dan tidak bisa
mengikuti schedulenya dua hari ini.
“Hyeri,
bagaimana keadaanmu?” Ia menghambur ke dalam apartemen berdesain biru laut itu.
Tampak lengang dan sepi, ruang televisi tempat Hyeri biasa bersantai tidak
mengeluarkan suara sedikitpun.
“Hyeri,
kau dimana? Apa kita perlu ke dokter?” Junmi menuju kamar, tapi Hyeri tidak
ada, kamar mandi, ruang ganti, ruang lukis, semuanya kosong.
“Anak
itu kemana, apa dia pergi ke rumah sakit sendiri.” Junmi menuju dapur dan
mengambil air minum. “Teriak-teriak membuat tenggorokanku haus.” Saat memegang
pintu kulkas mata Junmi menemukan secarik kertas.
“Junmi, aku hari ini ingin
menenangkan diri sebentar, aku memang flu tapi masih bisa aku atasi sendiri.
Tidak lama koq, hanya ingin merefresh pikiran sesaat. Hp sengaja aku matikan
^^”
“What,
astaga anak ini, kalau terjadi apa-apa bagaimana? Kalau ada anti fans nya atau
stalker, atau wartawan. Ya ampun aku harus bagaimana.” Junmi mengurungkan
niatnya membuka kulkas, mengambil hp dan menghubungi beberapa nomor.
Samcheongdong,
Hyeri merapatkan
mantelnya, dengan kacamata hitam, tanpa make-up dan kupluk, ia turun di stasiun
Angguk menjejakkan kakinya kembali dikawasan walking street Samcheongdong.
Neighborhood Seoul yang sering dijadikan destinasi untuk couple ngedate karena
suasananya yang romanntis dan mengasikan dengan deretan coffee shop, museum,
restoran dan butik. Hyeri lupa kapan terakhir kali ia bermain kesitu yang pasti
Samcheongdong punya kenangan tersendiri yang tidak akan pernah lekang dari
ingatannya. Jauh sebelum ia menjadi superstar seperti saat ini.
"Samcheongdong"
"Samcheongdong"
“Jadi kau memutuskan mengikuti
audisi di manajemen itu?” Jaejoong menjajari langkah Hyeri. Samcheongdong kala
itu sedang spring, keduanya memutuskan untuk pergi kesana setelah bebrapa saat
menetap dan bersekolah di Seoul.
“Iya, besok pendaftaran akan
dimulai. Kau sendiri bagaimana? Apa kau serius ingin mengikutiku? Menurutku kau
punya bakat, piano, suaramu juga.”
“Sepertinya begitu, hey bagaimana
kalau kita kesitu.”
Jaejoong menggenggam tangan Hyeri
dan mengajaknya memasuki sebuah coffee shop antik yang tampak sepi.
“selamat datang. Kalian
pengunjung pertama hari ini.” Seorang pria separo baya dengan pakaian santai
menyapa mereka.
“Ne.” Jawab Hyeri.
Keduanya memasuki coffee shop
yang tampak nyaman dan hangat, duduk di sudut menghadap air mancur kecil
memberikan kesan tenang.
“Caffe latte khan.” Jaejoong
menulis pesanan disecarik kertas.
“Yep.”
“Wait a minute okey.” Jaejoong
meninggalkan Hyeri sesaat menemui pemilik coffe shop.
“Where do you go?” Tanya Hyeri
saat Jaejoong kembali.
“Doing little bit thing,
surprise.” Senyum jahil dan misterius Jaejoong membuat Hyeri manyun, ia paling
sebel saat harus dibuat menebak-nebak tentang sesuatu.
“Ini dia pesanannya, silahkan
dinikmati. Nona, kekasih anda sangat perhatian.” Pria separo baya itu
mengedipkan sebelah matanya. Jaejoong terbatuk-batuk kecil, dan wajahnya
mendadak merah padam.
“Masa muda memang sangat indah
dan menggairahkan.” Pria itu berdendang sekenanya.
Hyeri menatap Jaejoong di
depannya. Jaejoong menunduk dan berdehem kecil.
Hwaitink for audition!!!!
Hyeri memandang caffe latte nya,
ia memegang gagang cangkir sesaat, menatap Jaejoong lembut, berkata lirih.
“Gomawo.”
Painted the
beautiful sky.
And one by one,
drew each and every flower’s petals
Capturing the
beating of our hearts,
Possibly can we
make it shown in the picture?
Really, our spring
was warm
Samcheongdong
banyak berubah sejak waktu itu, semakin menarik namun suasana romantis masih
kental terasa disetiap sudutnya. Pasangan-pasangan saling menggenggam tangan
berbagi kehangatan di cuaca dingin, Hyeri menatap setiap sudut jalan mencari
kenangan demi kenangan yang tak pernah memudar. Momen yang selalu ia rindukan
mengiringi setiap langkahnya. Sepotong hati yang dicuri, lebih dari sepotong
kenangan yang pernah ada.
Coffee
shop itu, tempat dulu ia pertama kali menjejakan kaki di samcheongdong sekarang
tampak tidak ada aktifitas terbengkalai.
“Ahjumma,
apa yang terjadi dengan coffee shop itu? Apa pemiliknya pindah ke tempat lain?”
Hyeri mendekati seorang ibu yang berjualan souvenir.
“Anio,
tempat itu sudah lama tidak terurus, pemiliknya meninggal tapi bangunannya
tetap dibiarkan seperti itu.”
“Oh,
gomawo ahjumma.”
Hyeri
menatap nanar bangunan itu, tiba-tiba matanya memanas, buliran airmata menetes
pedih di hati.
“Hey, kau menerima pesan ku.”
Summer, Hyeri tergesa-gesa pergi
ke Samcheongdeong demi menemui Jaejoong, ia berpikir ada sesuatu hal emergency
yang terjadi.
“Ya, kau membuatku berpikir
sesuatu yang salah terjadi padamu.”
Hyeri merenggut kesal, namun jauh
dalam hati ia bersyukur Jaejoong baik-baik saj.
“Memangnya kau berpikir aku
kenapa?”
“Ya sesuatu yang buruk, lagipula
kau bolos dari training selama tiga hari, apa kau tidak takut dikeluarkan dari
sekolah?”
“Oh itu, hey aku punya sesuatu.
Pejamkan matamu ya. Sebentar. 1,2,3. Tada.”
“Wow, ini maksudnya apa? Kamu yang bikin?”
Hyeri takjub, menatap kagum ke
latte art dihadapannya.
“Kau tidak percaya, itu tes dari
Mr. Yo.”
“Tes? Tes apa?” Hyeri beralih
menatap pemuda tampan dihadapannya.
“Tes untuk bekerja disini, dan
aku berhasil.” Wajah tampan itu tampak sumringah energi kebahagiaan terpancar
disana.
“Bagaimana dengan sekolah seni
dan trainingnya? Apa kau bisa?” Hyeri khawatir.
“I’ll promise to do best.
Yakso!” Jaejoong menautkan kelingkingnya
dan kelingking Hyeri.
Sejak itu Jaejoong bolak balik Samcheongdong-Seoul, terkadang Hyeri ikut menemaninya disaat kegiatan kosong.
“Jaejoong!! Bukankah kau sedang
sakit, kenapa tidak mengabariku selama dua hari ini, tidak datang ke sekolah,
dan sekarang malah menyeretku dari Seoul ke Samcheongdong.”
Hyeri protes sepanjang jalan,
tapi entah apa yang merasuki Jaejoong, ia tidak berkata sedikitpun hanya diam
dan sesekali tersenyum ringan.
Tangan mungil Hyeri tenggelam
digenggaman tangan besarnya.
“Ya, kau tak mau bicara, coba aku
pegang dahimu. Ya tuhan, bisa-bisa kau demam. Kalau kau sakit bagaimana.” Hyeri
panik.
“Khan masih ada kau.” Sahutnya
dengan lirih. “Ayok, kita sudah sampai, tapi tutup matamu ya.”
“Ah, kau selalu saja, kali ini
apalagi.”
Meskipun mulutnya mencerocos
namunia tetap menuruti perintah Jaejoong.
“1,2,3. Tadaa..”
Hyeri membuka matanya dan takjub
melihat seisi coffee shop tempat Jaejoong bekerja disulap dengan tema Happy
Birthday.
“Saenggil Chukahamnida uri next
superstar Park Hyeri.” Jaejoong dengan suara serak menggunakan pernak pernik ulang tahun layaknya anak kecil.
“Woaa.” Hyeri terdiam, ia lupa
hari lahirnya, sejak memutuskan ke Seoul dua tahun lalu bersama Jaejoong ia
berlatih dengan keras dan tekun, bergaul pun hanya kepada rekan sesama trainer
dan Jaejoong. Impiannya untuk menjadi superstar membuatnya melakukan banyak
keputusan yang harus ia pilih.
“Gomawo.” Ia tidak mampu menahan
haru, matanya berkaca-kaca.
Jaejoong mendekatinya, membawa
kue ulang tahun dengan lilin menyala.
“Make a wish.”
Hyeri memejamkan matanya sesaat,
mengucapkan keinginan dalam hati yang terdalam, membuka mata melihat Jaejoong
di hadapannya, dan meniup lilin.
“Chukae!” Suara-suara riuh
tiba-tiba memenuhi coffee shop. Hyeri terkejut melihat kedatangan
teman-temannya di Busan yang ia rindukan berdatangan.
“Hyeri, we miss you, Happy
BornDay.”
“Happy BirthDay uri Hyeri, wish
you be a great superstar.”
Dan berbagai ucapan menghampiri
Hyeri. Pelukan penuh haru dan rindu menyapanya. Diantara teman-temannya,
Jaejoong menatap puas, Hyeri menatapnya penuh arti.
“Gomawo. Untuk semuanya.”
Hyeri menghampiri Jaejoong di pantry
sedang meracik sesuatu, menjauh dari hiruk pikuk masa.
“Anything for you. Lagipula jika kau sudah terkenal nanti akan susah
melakukan hal-hal seperti ini.” Jaejoong menyelesaikan racikannya.
“Ya, aku tidak akan mengabaikan
kalian, bukankah kau juga akan sama sepertiku.”
“hmm, menjadi artis itu bukan hal
mudah, banyak pengorbanan, mungkin kau tidak ingin tapi hal itu harus dilakukan
demi karir, terutama jika kau menjadi pendatang baru. Untuk membuka jalan dan
karir akan banyak hal-hal yang tidak terduga, seperti menyembunyikan kekasih,
cerita masa lalu.”
“Sepertinya kau melakukan banyak
riset tentang dunia selebriti lebih dari aku.”
“Itu karena aku memikirkanmu.”
Hyeri tertegun, Jaejoong sesekali batuk.
“Hey, apa aku boleh mencobanya?”
Hyeri menatap hasil karya
Jaejoong barusan.
Tanpa menunggu persetujuan Jaejoong, Hyeri mengangkat cangkir dan menikmati minuman itu dengan nikmatnya.
“Hmm it’s delicious, ngomong-ngomong
ini jenis apa? Aku baru pernah menikmatinya.”
“Itu Caramel Machiato, suka?”
jaejoong menatap Hyeri.
“Entahlah, apa menurutmu enak?”
Hyeri balik bertanya.
“Ya, kau ini, bagaimana aku tau.”
“Caranya.”
Masih dengan aroma caramel
macchiato, Hyeri mendekati Jaejoong, berjingkat, menarik leher Jaejoong ke
arahnya, one step closer, bibirnya mengecup Jaejoong pelan.
Jaejoong terpaku sesaat menatap
gadis dihadapannya yang memasang wajah polos tak berdosa.
“Bagaimana, enak?” Hyeri
menggoda. “Masih belum bisa, bagaimana kalau.”
Lagi, Hyeri mengecup Jaejoong
kali ini lebih lama dan intens. Jaejoong membalas kecupan itu dan melingkarkan
lengannya dipinggang Hyeri.
“Ya, aku sedang flu, nanti kamu
tertular lho, aku gak berani jamin.”
“Sebagai imbalan apa yang kau
lakukan hari ini, next superstar Park Hyeri rela berbagi flu denganmu, juga
untuk caramel macchiato nya.”
“Kau ini.” Jaejoong menjitak
pelan Hyeri dan merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya.
There’s a first kiss under
Fullmoon
Springfield with cherry blossom
Sweet love between you and i
Smell caramel macchiato in my
lips, but this kiss more sweet ever that i feel
Ekspresi
Junmi menatap kepulangan Hyeri layaknya ibu tiri kepada anak tiri yang bandel.
“Wajahmu
menakutkan, kau seperti monster yang akan memakan gadis cantik polos, lugu dan
tak berdosa.” Hyeri melewati Junmi, menanggalkan sepatunya memasuki apartemen
menghempaskan badannya di sofa.
Junmi
tahu, ia sangat hafal watak Hyeri tidak ada gunanya memarahi dan menceramahi
gadis itu, ia sudah cukup dewasa namun keras kepala lebih dominan.
“Apa
sudah baikan? Apa perlu ke dokter?”
“Aku
baik-baik saja, ini flu biasa. Istirahat dan makan akan sembuh sendiri koq.”
Hyeri memejamkan matanya.
“Ini
makan dulu, tadi ibu ku membuatkan sup ginseng dan ini vitamin. Ayo.” Junmi menepuk
pundak Hyeri mengajaknya ke meja makan.
Dengan
beringsut Hyeri patuh, ia akan langsung menuruti perintah Junmi jika itu
berhubungan dengan ibunya. Ibu junmi sudah seperti ibu sendiri untuk Hyeri,
hidup sebatang kara di Seoul membuatnya merindukan sosok ibu yang berada jauh
di Busan.
“Bagaimana
kabar ibumu, sudah lebih baik dari sebelumnya?”
Hyeri
mengaduk sup ginseng di depannya.
“Iya,
sudah jauh lebih baik. Ngomong-ngomong kau kemana hari ini? Samcheongdong
lagi?”
“O.” Jawab
Hyeri pendek.
“Apa
sudah melihat lokasi pembuatan MV Big Bang untuk bulan depan, lokasinya di
Samcheongdong.”
“Benarkah.”
Junmi
bisa mendengarkan nada terkejut bercampur ekspresi gembira di jawaban pendek
barusan.
“Iya,
aku pikir kau sudah tahu, pembuatan MV diundur bulan depan karena jadwal tur
Big Bang yang belum selesai.”
“Apa
materi dan tema MV nya sudah diberitahukan?”
“Belum,
GD bilang ia akan mengirimkan materi lagu untuk kau dengarkan terlebih dahulu,
lalu mendiskusikan akan seperti apa format MV nya nanti.”
“Oh,
nanti aku ingin sekalian mampir ke YG Building, sudah lama tidak kesana.”
Hyeri
menyelesaikan makannya.
“Hari
ini schedule ku kemana saja?”
“Hari
ini kau kosong, aku akan ke kantor produser dan sutradara The Last Spring
bilang ada yang ingin mereka diskusikan.”
“Apa aku
perlu ikut?” Hyeri membawa mangkuk dan mug ke bak cucian.
Air
mengalir dari keran, melihat Hyeri mencuci perabotan bukan hal baru untuk
Junmi, itu sudah menjadi kebiasaannya meskipun ia seorang superstar.
“Tidak,
hanya pembicaraan kelanjutan materi dan naskah. Nanti kalau ada apa-apa aku
kabari. Aku pergi dulu ya.”
“Okey.” Hyeri melambaikan tangannya mengiringi
langkah Junmi menghilang dibalik pintu apartemen.
One
month later.
“Cut!”
Teriak sutradara. Ia menghampiri Hyeri dan Seungri di setting. “Gerakanmu harus
lebih lentur lagi, dan tanganmu seperti ini.”
Hyeri
dan Seungry mendengarkan arahan, keduanya mengikuti petunjuk sutradara dan
pengarah gaya.
“Oke,
good, next GD and TOP.”
Sutradara
dan kru berganti setting.
Hyeri
dan Seungry keluar setting.
“Apa kau
tahu tempat coffee shop yang bagus di Samcheongdong? Kau khan coffee addict.”
Seungri mengganti jaketnya dengan kaos santai.
“Uhm
okey, let’s go.” Jawab Hyeri layaknya anak kecil mengajak temannya bolos
sekolah untuk bermain.
Hari
kerja suasana Samcheongdong tidak terlalu ramai, Seungri dan Hyeri kompak
menggunakan kacamata serta topi.
Keduanya
menyusuri Walking street Samcheongdong. Beberapa coffee shop mereka lalui namun
Hyeri tidak menunjukan tanda-tanda ia akan berhenti di salah satu tempat itu.
Di
sebuah bangunan, Hyeri menghentikan langkahnya, Seungry yang keasikan
memperhatikan pemandangan sekitar tidak menyadari ia meninggalkan gadis yang
berjalan disampingnya.
“Hyeri.”
Ia terkejut saat menyadari ia hanya sendiri. Saat berbalik ia melihat Hyeri
terpaku lalu melangkah menuju sebuah bangunan mungil sederhana.
Sebulan
yang lalu coffee shop itu tampak tidak terurus, sekarang tampak ada kegiatan
disana. Beberapa pria sedang mengecat, mengangkat kursi, meja dan merenovasi
seisi coffee shop.
“Annyeonghaseyo
agashi.” Sapa seorang pria ramah.
“Apa
coffee shop ini akan buka lagi? Apa pemilik lamanya masih ada?” Hyeri menatap
sekeliling berharap ada wajah yang ia kenal, namun sia-sia tidak satupun dari
pekerja itu yang ia kenal.
“Iya,
kami akan shoft openning tiga minggu lagi. Sepertinya anda mengenal pemilik
coffe shop sebelumnya.” Pria itu menjawab dengan ramah.
“Saya
pelanggan coffee shop ini, tapi saya tidak tahu kalau tempat ini tutup beberapa
waktu lalu. Dan tadi anda mengatakan pemilik sebelumnya, jadi sekarang coffee
shop ini sudah berpindah tangan?”
“Benar
agashi, sekarang pemilik coffee shop ini sudah bukan Mr. Yo lagi.”
“Ada apa
Hyeri?” Tanya Seungri bingung. “Coffee Shop ini belum openning, kenapa kita
kesini.”
“Begitu.”
Hyeri tampak lemas, ia menatap seisi coffee shop dengan hampa. Tempat penuh
kenangan itu akan segera hilang, meja tempat biasa ia menunggu Jaejoong bekerja
juga tidak tampak. Meja yang dengan usil ia mengukir nama mereka.
“Tapi
kalau agashi ingin menghadiri shoft openning bisa kemari, bersama tuan ini
juga, karena pemilik tempat ini akan turun tangan langsung melayani tamu pada
hari itu.”
“Oh,
thank’s, aku akan mempertimbangkannya. Permisi.” Hyeri membungkuk lalu
melangkah gontai menuju pintu.
Samcheongdong
sekarang tampak tidak sama lagi, jalan-jalannya, coffee shopnya, cuacanya,
terlebih dengan Seungri disampingnya. Hyeri lunglai, energinya tersedot entah
kemana, serenade kelabu berdendang entah dari mana asalnya.
“Apa? Kau serius.” Hyeri setengah
berteriak, ini untuk pertama kalinya ia bersikap frontal di depan Jaejoong.
“Kau serius berhenti dari training, lalu kau akan kemana?”
Jaejoong menghela nafas, keduanya
berbaring menatap langit kelabu di suatu hari saat angin Autumn berhembus
kering.
“Selama ini aku selalu
mengikutimu, aku pikir akan menemukan mimpiku bersamamu, tapi sejauh ini aku
berjalan tidak ada kemjuan yang aku lakukan.”
Ruang kosong terhampar seirng
kalimat itu berakhir.
“Bukankah kau sangat berbakat,
mentor mu mengatakan itu, permainan pianomu berbeda dari yang lain, aku rasa
hanya menunggu waktu kau juga akan segera debut.”
Hyeri memilih kalimat dengan
hati-hati, ia takut melukai Jaejoong, berapa musim telah mereka lalui hingga
seperti saat sekarang, tidak terhituing detik dan menit yang telah mereka lalui
bersama, mengejar mimpi ke Seoul meninggalkan Busan, hidup mandiri.
“Benar, tapi itu karena aku
terbiasa memainkan piano sejak aku kecil, aku menikmatinya tapi tidak menemukan
tantangan dan passionate saat bermain. Aku hanya seperti seseorang yang terpaku
pada partitur, tidak mengekspresikan apa yang ingin aku temukan jauh di dalam
diriku.”
“Apa ini karena aku akan segera
debut? Apa aku membuatmu kesepian dengan semua yang aku capai.” Hyeri menghadap
Jaejoong, tangannya terulur membelai rambut halus yang menutupi separo mata
Jaejoong. Karena kesibukannya ia sampai lupa memperhatikan kapan terakhir
kalinya Jaejoong memangkas rambutnya.
“Bukan, aku hanya merasa kau
telah menemukan apa yang kau inginkan, sedangkan aku, masih tetap seperti ini.
Yah aku egois karena sebagai lelaki tidak ada yang bisa akku banggakan, aku
takut jika nantinya aku hanya berakhir seperti ini. Aku juga tidak mungkin
kembali kepada ayahku setelah kabur ke Seoul, kau tahu aku tidak ingin berada
dibawah bayang-bayangnya, penerus Kim corporation. Aku ingin mandiri, aku ingin
orang tahu bahwa aku mampu untuk menjadi sesuatu.”
Hyeri bisa mendengarkan semangat
yang menggebu disana, ia tidak tahu harus berkata apa, saat ini ia hanya ingin
berada di pelukan pria itu, merasakan kehadirannya, menghirup wangi aroma
tubuhnya, mendengarkan degup jantungnya, merasakan hangat hembusan nafasnya.
“Apa rencanamu?” Hyeri mendongak
menatap Jaejoong, sungguh betapa hangat pelukan itu ia berharap tidak
mendapatkan jawaban yang membuatnya sedih.
“Aku ingin menjadi barista,
belajar tentang kopi ke Itali.”
“Itali, itu jauh sekali,
bagaimana kita bertemu, aku harus bagaimana?”
Hyeri menggigit bibirnya pilu, ia
tidak bisa membayangkan hari-harinya di Seoul tanpa Jaejoong, ia tidak punya
siapa-siapa tempat berbagi dan mengadu.
“Kita bertemu saat aku sudah
menemukan impian ku, dan aku merasa siap sebagai seorang lelaki untuk
menemuimu.”
“Berapa lama? Bagaimana kalau
sesuatu terjadi? Kau berikan alamatmu disana, aku akan menabung dan
sewaktu-waktu akan kesana menemuimu.”
Berbagai hal buruk berkelebat di
benak Hyeri.
“Tidak, aku tidak ingin kau
menemuiku, karena jika aku melihatmu maka tekadku akan lemah. Lagipula kau akan
segera debut, tidak akan ada waktu luang sebanyak ini. Kesibukan akan membuat
perhatianmu teralihkan. Aku yakin kamu kuat, bukankah ini adalah mimpimu,
sebentar lagi impian itu akan terwujud, jadi jangan melakukan hal bodoh.”
“Aku tidak akan melupakanmu, aku
tidak akan mengesampingkanmu, percayalah kau akan selalu berada diurutan
teratas orang penting di hidupku.” Hyeri meyakinkan Jaejoong untuk tidak
berpikiran negatif.
“Aku tahu, karena itu ingatlah
aku dihatimu, jika saatnya tiba kita akan bertemu di garis finish, my little
star. Kau bisa kan berjanji.”
Jaejoong mengecup kening Hyeri.
Janji itu terjalin, dengan
kelingking yang saling bertaut serta isak tangis sedih Hyeri di pelukan
Jaejoong.
Surel
dari sebuah perusahaan sedang terpampang di layar notes Hyeri, ini untuk
kesekian kalinya ia menatap surel itu. Merk kopi ternama ingin menjadikannya
model cf untuk peluncuran produk pertama mereka secara global.
“Bukankah
ini salah satu keinginan yang selalu kamu ucapkan saat wawancara?”
Junmi masuk
membawa secangkir caffee late.
Hyeri
berputar menghadap Junmi, ekspresinya terlihat senang luar biasa.
“Kau
tahu, karena itu aku sangat senang, sampai aku terus menerus membaca surel ini
tidak percaya ini nyata. Junmi!!! Gyaaaa!!! “ Hyeri memeluk Junmi dan
berjingkrak girang.
“Okey
okey n now, bukankah disitu dikatakan bahwa akan tetap diadakan audisi, kau
bukan kandidat satu-satunya.”
“Aku
tidak perduli, aku akan menunjukkan kalau aku pantas dan mampu melakukannya.”
Junmi
tertawa dan menggelengkan kepala melihat tingkah polah Hyeri.
“Oh iya,
ini ada undangan shoft openning dari coffee shop di Samcheongdong.” Junmi
melemparkan invite card berwarna cream-gold.
“Untuk
ku.”
Hyeri
mengambil invite card dan membukanya,
“House
of Coffee. Samcheongdong, siapa yang mengirimkannya?”
“Entahlah,
mungkin dari salah satu penggemarmu, tadi pagi dikirimkan ke office.”
“Bagaimana
mungkin mereka mengirimkan invite card tepat di hari pelaksanaan, seharusnya
mereka mengirim dua hari yang lalu.”
“Hey,
kau khan sedang free, pergi saja. Tuan Ma bisa mengantarmu.”
“Ah,
bagaimana ini, katanya akan ada badai salju nanti malam. Bagaimana kalau aku
terkurung disana.” Hyeri berputar-putar di depan Junmi.
“Menginap
saja disana. Kau kan bukan anak kecil lagi.”
“Tapi
kau tahu sendiri aku susah beradaptasi di tempat baru dan asing.”
Setelah
berdebat sengit dengan Junmi, akhirnya disini lah Hyeri berada. Di depan Coffee
Shop yang dikenalnya namun semua tampak berbeda, dari dekorasi tempat hingga
nama. Suasana coffee shop tampak lengang hanya beberapa waiter yang sedang
bersenda gurau.
“Annyeong
haseyo.” Hyeri membuka pintu coffee shop sontak pria-pria itu melihat ke
arahnya dan langsung ,menyambutnya dengan ramah.
“Silakan
Agashi.” Seorang pria menuntun Hyeri ke kursi.
“Gomawo.”
Hyeri tersenyum. Tangannya langsung menyambar list menu yang ada di meja. Namun
belum sempat ia memesan, sepaket hidangan coffee diantarkan ke mejanya.
“Silahkan
dinikmati agashi, karena ini shoft openning jadi kami akan memberikan pelayanan
special.”
“Latte
Machiato Vanilla.” Hyeri berseru girang saat ia selesai menyesap dan menikmati
sajian barusan.
“Bagaimana
dengan ini Agashi.” Pria itu datang lagi dengan dua cangkir.
“Caffee
Latte, Caramel Macchiato.” Dengan gamblang dan mudah Hyeri menjelaskan. Semua
hidangan dan pertanyaan para waiter ia jawab dengan mudah.
“Agashi,
anda benar-benar menyukai coffee, tahukah anda pemilik coffee shop ini menjadi
barista karena orang yang ia cintai sangat menyukai coffee, katanya ia ingin
melihat kekasihnya tertawa senang dan tersenyum hangat setiap menikmati coffee
buatannya.”
“Benarkah,
wah gadis itu kelihatan sangat beruntung sekali.”
“Anda
bisa menemui barista di kitchen mungkin ada hal menarik yang bisa anda peroleh
darinya.”
“Gomawo,
saya merasa sangat terhormat.”
Hyeri
menuju kitchen, saat pintu terbuka tercium aroma caramel, kopi, coklat, waffle,
menggoda indra penciuman Hyeri.pria itu disana, sedang menyeduh sesuatu Hyeri
bisa melihat punggung tegapnya diantara kepulan asap dari air panas. Hyeri
merasa jantungnya semakin berdetak cepat memberi sinyal sesuatu yang ia
inginkan ada disana.
One step
closer, pria itu berbalik mengajukan secangkir coffee tepat di depan Hyeri.
“Wanna
try?” Suara itu, senyum itu, tangan itu. Hyeri nyaris berlari menghambur
memeluknya, namun secangkir kopi menghalanginya.
“Kemana
saja kau selama ini? Apa kau baik-baik saja? Kenapa tidak pernah memberi
kabar?” Hyeri mencecar Jaejoong dihadapannya dengan pertanyaan bertubi-tubi.
“Menyenangkan
sekali rasanya seorang superstar Hallyu Wave begitu merindukanku.” Jaejoong
menyilangkan kedua tangannya di dada menatap Hyeri dalam.
“Lihatlah
apa yang terjadi dengan dirimu, kau tampak berubah.” Hyeri balas menatap pria
itu.
“Aku
hanya berusaha menahan diri untuk tidak jatuh terlalu dalam memikirkanmu.”
“Jadi,
kau melupakanku.” Hyeri menghentikan aksinya menyeruput caffe latte.
“Tidak,
aku hanya mengendalikan diri agar bisa terlihat membanggakan saat berada di
sampingmu. Dan selamat kau memang pilihan yang tepat untuk menjadi model cf
House of Coffee.”
“Jadi,
itu semua ide mu, atau kau bekerja di perusahaan kopi kenamaan itali itu.”
“Aku
pewaris sah nya, kau ingat Mr. Yo, ia hidup sebatang kara, karena sakit ia
memberikan semua sahamnya di perusahaan itu kepadaku berharap aku tidak
melakukan kesalahan yang pernah ia lakukan, dan menjadikan kopi sebagai sesuatu
yang bisa membuat orang yang aku cinta bahagia.”
“Kau
jahat, setelah selama ini, rasanya aku seperti dipermainkan.”
“Aku
selalu mengawasimu dari jauh, aku sudah merencanakan semua ini jauh-jauh hari.
Kau ingat sepuluh tahun lalu saat kita pertama kali bertemu kau seperti magnet
yang menarikku membuatku selalu ingin mengikuti kemanapun kau pergi, seiring
waktu aku ingin menjadi orang yang bisa melindungimu.”
Hyeri
menitikan airmatanya ini sungguh di luar dugaannya, hampir saja ia menyerah.
“Sebentar
lagi akan turun badai salju, aku sengaja mengurungmu disini karena sepertinya
aku sangat tidak bisa melepaskanmu setelah melihatmu dengan mata kepalaku
sendiri.”
“Bagaimana
kalau badai saljunya berhenti.”
“Aku
akan tetap mengejarmu kemanapun kau pergi karena sekarang hanya kau yang aku
inginkan.”
Hyeri
menghambur memeluk Jaejoong, ia sangat merindukan pria itu, selama ini ia
merasa sangat keosong namun akan terasa hangat jika merindukan Jaejoong. Ia
tidak peduli badai salju atau hal lainnya karena saat ini hal yang
diinginkannya sudah ada dihadapannya.
baby you’re caramel macchiato
near my lips, your scent is sweet
you’re more than the scent of caffe latte
The warmly falling love
The warmth that melts the two holding hands
White snow in the sky
The warm winter that is like youYou fall in white, reachable to my hands
The snow is like you baby snowing
The words, I love you, are common words but
They are words that I saved up for today
~~~~~~ The End~~~~~~~
onni--Aahh..
BalasHapuskangen FF onni..
hehehe.. selalu suka FF'nya.. tp mungkin alurnya agak lambat dikitlah.. hhee..
ps: blog'nya lucu :)
waa makasih Cha.. *heboh*
Hapusiya tah.. *mikir* uhm
karena udah tua kali yah #loch#